Sabtu, 06 Juli 2013

PEMANFAATAN JAMU DALAM PELAYANAN KESEHATAN


Azrul Azwar

Disampaikan Pada Seminar Jamu Sebagai Komplemen Potensial Menuju Indonesia Sehat, Dewan Riset Nasional, Jakarta 3 Agustus 2004

 

 

PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan  hak asasi setiap manusia Setiap orang membutuhkan pelayanan kesehatan, yang akan dicarinya sesuai dengan kemampuan dan tingkat pemahaman serta ketersediaan pelayanan kesehatan  di sekitarnya. Untuk memenuhi hak asasi dan atau kebutuhan kesehatan tersebut,  yang penting artinya dalam rangka meningkatkan  derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilakukanlah pelbagai upaya kesehatan  dengan memanfaatkan seluruh potensi bangsa.. Salah satu dari potensi yang dapat dimanfaatkan serta yang sangat menjanjikan  adalah pengobatan tradisional yang sudah ada di masyarakat, yang sampai saat ini tetap dipercaya bermanfaat untuk memelihara dan meningkatkan  kesehatan.

 

Pemerintah Indonesia mengakui keberadaan pengobatan tradisional sebagaimana tercantum dalam  UU nomor 23 tentang Kesehatan. Pasal 47 UU No 23 Tahun 1992 tersebut  menyebutkan bahwa pengobatan tradisional adalah upaya pengobatan atau perawatan dengan  cara lain diluar ilmu kedokteran yang mencakup cara (metoda), pengobat dan obatnya yang diperoleh secara turun temurun, berguru atau melalui pelatihan –  pendidikan, baik yang asli Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.  Obat dan pengobatan tradisional merupakan  bagian dari budaya dan tradisi masyarakat. Obat dan pengobatan tradisional  sudah ada, berkembang dan dimanfaatkan  masyarakat sejak dahulu kala yang diturunkan secara turun–temurun dan sampai saat ini masih diakui eksistensinya dan dimanfaatkan  oleh masyarakat.

 

Seperti diketahui Indonesia memiliki keaneka – ragaman hayati terbesar di dunia dengan kurang lebih 30.000 jenis tanaman , dan diantaranya sekitar 940 jenis telah diketahui khasiatnya  dan baru sekitar 180 jenis digunakan  oleh industri obat asli Indonesia. Pemanfaatan obat tradisional saat ini sangat pesat terbukti dengan bermunculan jamu-jamu berbagai merek serta para pengobat tradisional yang menawarkan beraneka ragam ramuannya,  Masyarakat mulai tertarik  dan memanfaatkan ramuan tertentu yang dipromosikan terutama  untuk penyakit-penyakit degeneratif (seperti hipertensi dan  kencing manis) atau  kanker seperti benalu teh atau kunyit putih, yang secara jujur harus diakui belum begitu diketahui  tentang keamanan dan khasiatnya.

 

Disamping itu  belakangan ini mulai banyak ditemukan pula pelbagai obat tradisional luar negeri yang masuk ke Indonesia , sebagian besar berkedok “Health  food”, vitamin atau penyegar, suplemen  yang ditawarkan  tidak hanya   sebagai upaya promotif dan preventif kesehatan tetapi juga  untuk pengobatan penyakit – penyakit tertentu seperti jantung, hipertensi , kencing manis serta untuk  perawatan kecantikan dan  menunda penuaan . Demikian  gencarnya promosi obat-tradisinional dan juga karena ditambah dengan terdapatnya kecendrungan masyarakat untuk kembali ke obat alam atau berobat secara natural menyebabkan masyarakat cepat menerima dan menkonsumsi obat tradisional dan atau  jamu tersebut. Kecuali itu, sejak lima tahun  terakhir, ketika masyarakat Indonesia dilanda krisis ekonomi  yang sampai saat ini terus berkepanjangan, makin mendorong masyarakat untuk menggunakan obat dan pengobatan tradisional dan atau jamu  yang memang relatif lebih terjangkau.

 

Menyadari betapa pesatnya perkembangan penggunaan jamu di masyarakat dan potensi jamu Indonesia begitu besar yang apabila dapat dikelola dengan baik akan dapat menjadi aset yang mendatangkan devisa untuk negara, maka pengawasan dan pembinaan yang intensif serta  pengamanan pengembangan obat tradisional memang perlu terus ditingkatkan.

 

PEMANFAATAN PENGOBATAN TRADISIONAL/ JAMU  OLEH MASYARAKAT 

Susenas tahun 1995  menunjukkan, persentase penduduk yang minum dan memakai jamu/obat tradisional cukup tinggi yaitu 32,5%. Jamu/obat tradisional yang dikonsumsi penduduk umumnya (14,5%) adalah buatan penjaja jamu gendong, 13,21% buatan pabrik dan 3,67% buatan sendiri. Sedangkan hasil Susenas tahun 2001 menunjukan persentase masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri dengan obat tradisional menurun sedikit tetapi tetap masih tinggi yaitu 31,7%.

 

Pada umumnya masyarakat  memilih untuk mempergunakan obat tradisional sendiri di rumah adalah  karena obat tradisional mudah diperoleh, murah harganya, praktis dan dirasakan aman. Jadi secara ekonomi obat tradisional sangat membantu masyarakat yang berasal dari lapisan sosial ekonomi rendah serta yang tinggal jauh dari fasilitas pengobatan.

 

Dari hasil penelitian penggunaan obat dan cara pengobatan tradisional di rumah tangga diketahui bahwa 44% masyarakat di Jawa Barat apabila sakit pertama-tama akan melakukan sendiri pengobatan secara tradisional. Sementara di Jawa Tengah, perilaku pengobatan tersebut dilakukan oleh 25,2% penduduk dan di Lampung 24,8% (Depkes RI, 1994).

   .

Obat dan pengobatan tradisional tidak saja menjadi alternatif  pengobatan dalam mengatasi masalah kesehatan rakyat tetapi oleh sebagian besar masyarakat lainnya sebagai pilihan utama atau pertama sebelum  memanfaatkan pelayanan formal.

 

Disamping itu  sudah mulai ditemukan kecendrungan pemanfaatan jamu  di sarana pelayanan kesehatan terutama praktek  swasta, perorangan   untuk menanggulangi kekurangan  obat dan merespons kekurangan daya beli masyarakat.

 

 Meantisipasi kebutuhan masyarakat akan pengobatan tradisional yang semakin besar, dan perkembangan industri obat tradisional dalam memenuhi kebutuhan pasar lokal dan internasional, maka perlu dilakukan penelitian dan percepatan produksi obat jamu yang aman dan bermanfaat . Dalam melaksanakan penelitian tersebut tentu harus digalang kerjasama dengan Institusi penelitian/pengkajian dan  pihak terkait lainnya, baik Pemerintah maupun Swasta. Dengan demikian pemanfaatan obat tradisional di jaringan pelayanan kesehatan dapat lebih dimantapkan.

 

Dalam rangka pengembangan obat dan pengobatan tradisional   Departemen Kesehatan RI  telah   mendirikan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional  (Sentra P3T). Sentra P3T merupakan suatu wadah/ laboratorium untuk melakukan pengkajian/pengujian/penelitian, obat maupun cara pengobatan tradisional termasuk uji klinis obat tradisional. Selain penelitian fungsi lainnya untuk pengembangan  pendidikan dan pelatihan serta pelayanan tentang obat dan cara pengobatan tradisional sebelum diterapkan secara luas di kalangan masyarakat dan sebelum diitegrasikan ke dalam jaringan pelayanan kesehatan. Sampai dengan saat ini telah terbentuk 12 Sentra P3T di Propinsi Jawa Timur, DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan , Sulawesi Tenggara, Maluku.

 

Ditinjau dari Jaringan pelayanan kesehatan  mulai dari tingkat  perorangan atau keluarga,  tingkat masyarakat , tingkat  pertama (strata pertama ) strata kedua dan ketiga , pada saat ini pemanfaatan obat tradisional / jamu masih berada pada :

a.    Tingkat perorangan /keluarga,  sebagai  pelayanan kesehatan mandiri (Self care, self medication) 

b.    Tingkat masyarakat sebagai  upaya kesehatan bersumber Masyarakat. (UKBM), yaitu  Pos obat desa, posyandu, toko obat, tukang jamu gendong dan lain sebagainya.

 

PENGEMBANGAN JAMU DALAM PELAYANAN KESEHATAN

Seperti diketahui Jamu (ramuan obat tradisional )  merupakan bagian budaya  masyarakat  yang diwariskan turun-temurun. Obat tradisional/ jamu  dalam pengembangannya  terdiri dari  tiga  bentuk :

1.  “Raw Material “ bahan baku atau bahan mentah seperti tumbuhan/ tanaman  berhasiat.  Oleh masyarakat dibudidayakan sebagai TOGA (= Taman Obat Keluarga), digunakan dalam bentuk jamu atau ramuan tanaman tunggal sebagai self medicated atau self-care.

2.  Dalam bentuk ekstrak berasal dari bahan tanaman berkhasiat obat dan telah melalui uji farmakologi, toksisitas, uji  keamanan ( Uji Pra Klinik), dan uji klinik (UKOT). Obat dalam bentuk ini dikenal dengan nama Fitofarmaka.

3. Zat  aktif  :  yang diambil bahan tanaman obat tradisional dan diproduksi sebagai obat modern. Pada saat ini kemampuan Indonesia untuk mengidentifikasi zat aktif yang terkandung dalam ramuan yang digunakan masih sangat terbatas sekali.


 

Strategi pengembangan obat tradisional/jamu untuk pelayanan kesehatan  di Indonesia mengacu pada “Claim khasiatnya” sebagai berikut:

 

1.     Apabila diclaim untuk pengobatan  maka  obat tradisional tersebut harus melalui uji klinik, yang tentu saja sebelumnya harus melalui uji farmakologi, uji toksisitas dan tahapan lain  uji Praklinik.

2.     Apabila khasiatnya bukan diclaim sebagai pengobatan yaitu hanya   sebagai “health  food “,penyegar, untuk menambah kecantikan, kebugaran, meningkatkan stamina dll,  maka sikap kita  tergantung pada dua hal  yaitu :

a.  Apabila bahannya sudah lama dikenal dan diketahui manfaatnya  untuk  memelihara dan meningkatkan kesehatan dalam khasanah nenek moyang kita , seperti    beras  kencur, kunyit asam, dan lain lain jamu yang secara empiris digunakan  oleh masyarakat kita ditiap daerah/ etnik di Indonesia yang secara turun – temurun maka obat tradisional atau jamu tersebut dapat  langsung dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan masyarakat,  tanpa uji praKlinik dan uji Klinik. 

b.  Tetapi apabila tanaman /bahan obat yang baru dikenal, dan diclaim bukan sebagai pengobatan/ hanya Health food atau penyegar sebelum dimanfaatkan dalam pelayanan kesehatan ataupun disebarluaskan dalam pelayanan kesehatan masyarakat,   sebelumnya  harus lulus uji farmakologi, uji toksikologi, atau rangkain tahapan  uji praklinik Obat Tradisional (PraKOT).

    

Sesuai Peraturan  Menkes R.I  Nomor 760/MENKES/Per/IX/1992   tentang Fitofarmaka , pada lampirannya  tercantum daftar obat yang harus dikembangkan menjadi Fitofarmaka yaitu ada 19 kelompok obat seperti obat anti diare, anti hepatitis khronik, anti hipertensi, anti malaria dan atau obat anti kanker. Didalam penerapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka prioritas utama yang dilakukan adalah dalam rangka menggali dan mengembangkan obat tradisional  warisan budaya masyarakat Indonesia.

 

Dan dengan adanya Sentra P3T di setiap Propinsi  maka tiap propinsi sebaiknya mengembangkan  ramuan obat tradisional unggulan/spesifik pada masyarakat  etnik setempat, dengan tetap memperhatikan persyaratan yang telah ditentukan untuk pemilihan Fitofarmaka yaitu :  

1.  Bahan bakunya relatif muda didapat.

2.  Didasarkan pada pola penyakit di Indonesia atau khususnya di daerah ybs.

3.  Perkiraan manfaatnya terhadap penyakit tertentu cukup besar

4.  Memiliki resiko dan kegunaan   menguntungkan penderita.

 

PENUTUP

Perspektif pengembangan obat tradisional di dalam pelayanan kesehatan saat ini sangat baik dengan meningkatnya perhatian dan minat masyarakat baik masyarakat umum maupun para ilmuan, untuk memanfaatkan dan kembali ke cara – cara pengobatan tradisional dan obat – obat asli alam, (back to nature).

 

Alam Indonesia disamping  sangat kaya bahan baku obat juga sangat kaya dengan berbagai jenis pengalaman dan resep ramuan obat tradisional yang merupakan warisan pusaka turun – temurun, yang dimanfaatkan oleh masyarakat berbagai etnik di Indonesia.

 

Hal ini merupakan tantangan dan peluang  dalam meningkatkan pengembangan ramuan obat asli Indonesia setidak-tidaknya dalam bentuk fitofarmaka  sehingga dapat diterima dan dimanfaatkan didalam pelayanan kesehatan formal.  Adalah harapan bersama fitofarmaka Indonesia dapat bersaing dalam era pasar bebas dan dapat menjadi tuan rumah di negara sendiri sehingga  akan mengurangi penggunaan obat tradisional asing (luar negeri) .Tentu mudah dipahami, terealisasinya harpan ini tidak lepas dari adanya dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta /industri obat tradisional .

  

 

-00-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar