Prof.
DR. Azrul Azwar, MPH
Direktur
Jenderal Bina Kesmas Depkes RI
Disampaikan pada : Simposium Pertama Neuro-onkologi
04-05 Juni 2005
1.
Dari banyak
masalah pelayanan kesehatan yang ditemukan pada saat ini, salah satu
diantaranya yang dinilai cukup merisaukan adalah makin meningkatnya biaya
kesehatan (health cost).
2.
Banyak faktor yang
berperan sebagai penyebab makin meningkatnya biaya kesehatan tersebut. Jika
disederhanakan faktor faktor yang dimaksud dapat dibedakan atas tujuh macam
yakni (a) laju inflasi, (b) kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, (c)
perubahan pola penyakit, (d) perubahan pola pelayanan kesehatan, (e) perubahan
pola hubungan dokter pasien, (f) meningkatnya permintaan pelayanan kesehatan,
serta (g) terlambatnya mengembangkan mekanisme kendali biaya kesehatan.
3.
Sebagai contoh di Amerika Serikat
tercatat total biaya kesehatan pada tahun 1990 tidak kurang dari US$ 666,2
milyar. Jika dibandingkan dengan tahun 1960, telah terjadi
peningkatan sebesar 24,6 kali. Jika pada tahun 1960, setiap orang di Amerika
Serikat mengeluarkan dana hanya US$ 143 per tahun, maka pada tahun 1990 telah
meningkat menjadi US$ 2.566 per tahun. Peningkatan terjadi di pelbagai negara Eropa.
Peningkatan tersebut, jika dibandingkan terhadap Gross National Product (GNP)
sepanjang kurun waktu 1970 sampai 1980, adalah 6,1% menjadi 9,6% untuk Jerman
Barat, dari 6,6% menjadi 8,8% untuk Perancis, dari 7,5% menjadi 9,4% untuk
Swedia, serta dari 4,9% menjadi 5,8% untuk Inggris.
4.
Dampak yang
ditimbulkan dari makin meningkatnya biaya kesehatan sungguh amat
memprihatinkan. Pelayanan kesehatan akhirnya tidak dapat dijangkau oleh anggota
masyarakat, terutama yang berasal dari kelompok ekonomi lemah.
5.
Untuk mengatasi
masalah ini banyak upaya yang dapat dilakukan diantaranya melalui pelayanan
kesehatan yang terkendali, dikenal dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan
Masyarakat (JPKM).
6.
Penyakit kanker
adalah satu penyakit katastropik yang membutuhkan pelayanan canggih dan
otomatis memerlukan biaya besar.
7.
Oleh karena JPKM
merupakan keterpaduan pelayanan dengan biaya perlu diterapkan dalam pengobatan
kanker.
II. PENGERTIAN
Sesuai dengan
judul makalah yang diminta, maka berikut ini disampaikan beberapa pengertian sebagai
berikut :
Efficacy : Kemanjuran/ kemujaraban.
Effectiveness : Kemampuan untuk menghasilkan hasil yang bisa
diukur
Kanker : Tumor sekunder yang bersifat fatal, sel
kanker bersifat
infasi dan metastatis dan sangat anaplastik.
Standar Pelayanan Medis: Pedoman pelayanan bagi dokter yang
dijalankan untuk
meningkatkan mutu pelayanan medik agar efektif dan
efisien.
Pembiayaan Kesehatan :
Total dana yang harus disediakan untuk dapat
menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan
kesehatan.
Sumber
Daya : Segala sesuatu baik yang berwujud benda
maupun yang
berwujud sarana
yang menunjang lainnya yang tidak
berwujud, misal
peralatan, sediaan/ modal, waktu dan
tenaga yang digunakan untuk mencapai hasil.
III. GAMBARAN PENYAKIT KANKER
Di
Indonesia jumlah kasus kanker dari waktu ke waktu semakin meningkat, 60 – 90 %
dari kasus kanker yang ada terlambat periksa ke dokter. Jumlah tenaga dan fasilitas untuk menangani penyakit kanker juga sangat
terbatas.
Besarnya masalah yang terjadi di
Indonesia dengan timbulnya penyakit kanker 186 penderita setiap 100.000
penduduk, di rumah sakit penyakit ini menduduki urutan ke 6.
Masalah kanker di Indonesia meliputi
tingginya angka kejadian (insidence), terlambat pemeriksaan, rendahnya kasus
yang dirawat di rumah sakit, tingginya ketidakmampuan penderita, dan biaya
pengobatan yang mahal.
Penyakit kanker yang sering terjadi di Indonesia
dengan dasar pemeriksaan secara histopathology, antara lain Cervical Cancer,
Breast Cancer, Secondary Lymfoid, Skin Cancer, Nasopharynx, Ovaries, Rectum,
Connectied Tissue, Thyroid, Colon.
Dari 10 besar kanker yang terjadi pada anak-anak di Rumah
Sakit DR. Soetomo Surabaya, kasus Brain
And Nerve menduduki urutan ke 6 (1,96 %).
IV. KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DALAM PELAYANAN
KESEHATAN
Pembangunan kesehatan yang telah di
laksanakan di Indonesia dalam tiga dasa warsa terakhir ini, ternyata belum
sepenuhnya berhasil memenuhi salah satu dari kebutuhan pokok masyarakat. Tersedianya pelayanan kesehatan yang terjangkau
(affordable) oleh segenap anggota masyarakat, agaknya masih tetap merupakan
impian. Untuk ini banyak faktor yang diperkirakan berperan. Termasuk
di antaranya yang terpenting adalah belum mantapnya sistem pembiayaan kesehatan
(health financing system) yang selama ini diterapkan.
Seperti juga sistem lainnya, pengertian sistem pembiayaan
kesehatan cukup luas. Jika disederhanakan dapat diartikan sebagai suatu
kesatuan yang utuh dan terpadu dari kebijakan (policy) serta mekanisme (mechanism)
pembiayaan kesehatan yang diterapkan di suatu negara. Kebijakan dan mekanisme
yang dimaksud di sini dibedakan atas dua tingkat.
Pertama, kebijakan dan mekanisme yang menyangkut mobilisasi
(mobilization), alokasi (allocation) serta utilisasi (utilization)
pelbagai sumber dana kesehatan (health financial resources) yang
tersedia di masyarakat. Kedua, kebijakan dan mekanisme yang menyangkut tata
cara pembiayaan (method of payment) pelayanan kesehatan, baik ditinjau
dari sudut penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) maupun
dari sudut pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer).
Data tahun 2000 mencatat total dana kesehatan yang
tersedia sekitar Rp 34 triliun. Dari dana tersebut, karena keterbatasan kemampuan
pemerintah, hanya sebesar 23,7% yang berasal dari pemerintah. Jika total dana
ini diperhitungkan terhadap GDP, maka untuk tahun 2000 tercatat hanya sebesar
2,4% dengan perbandingan 0,7% berasal dari pemerintah serta 1,7% berasal dari
swasta. Padahal di banyak negara maju angka tersebut telah mendekati 8%. Bahkan
di Amerika Serikat total dana kesehatannya sudah mencapai angka 14% dari GNP.
Suatu sistem pembiayaan
kesehatan itu disebut baik apabila utilisasi dana kesehatan bersifat efisien.
Artinya dikelola secara benar sesuai dengan peruntukkannya. Untuk ini harus diakui
bahwa pengelolaan dana kesehatan Indonesia belumlah sebagaimana diharapkan .
Untuk sumber dana yang berasal dari pemerintah perencanaan anggaran
terfragmentasi, sehingga menyulitkan pelaksanaannya di lapangan.
Sementara itu utilisasi dana kesehatan
di masyarakat swasta tampak sangat berlebihan. Sebagai akibat masih dominannya
sistem pembiayaan tunai, serta tidak adanya program kendali biaya (cost
containment program) serta program kendali mutu (quality assurance program),
menyebabkan pelayanan kesehatan sering dilaksanakan secara berlebihan (over
utilization). Akibatnya jumlah dana yang harus dikeluarkan oleh masyarakat
untuk sesuatu yang sebenarnya tidak diperlukan, tampak semakin meningkat.
Praktek-praktek pelayanan kesehatan yang tidak etis makin banyak ditemukan pada
sarana pelayanan kesehatan dengan motif mencari keuntungan (profit motive).
Sesuatu yang sebenarnya tidak dapat dibenarkan.
Undang-undang Kesehatan Nomor 23/1992, khususnya pasal 65 menyatakan
bahwa pembangunan kesehatan dibiayai oleh pemerintah dan masyarakat termasuk
swasta. Salah satu bentuk keikutsertaan
masyarakat dalam pembiayaan kesehatan
adalah ikut membiayai penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan, bagi
dirinya dan atau keluarganya melalui kepesertaan dalam penyelenggaraan jaminan
pemeliharaan kesehatan (JPK), dan atau
asuransi kesehatan. Baik badan penyelenggara asuransi maupun jaminan kesehatan mengadakan ikatan kerja
atau kontrak dengan pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk sepakat tentang
pelayanan yang diberikan, besarnya harga dan cara pembayarannya kepada PPK.
Namun sayangnya praktek penyelenggaraan
asuransi atau jaminan kesehatan selama
ini, belum sepenuhnya memperhatikan dan
melaksanakan efisiensi biaya dan
menjaga mutu pelayanan.
Masih digunakannya cara pembayaran
penggantian biaya, tagihan biaya atau klaim terhadap pelayanan PPK, cenderung mengakibatkan
“inefisiensi” biaya kesehatan. Mengapa hal ini terjadi? Karena pelayanan
kesehatan mempunyai karakteristik khusus yang berbeda dengan pelayanan jasa lain
seperti hotel, angkutan, komunikasi, dll. Salah satu ciri yang menonjol adalah
pelayanan kesehatan bersifat “asymmetri of information”, yang menempatkan
konsumen berada pada posisi yang lemah, sedangkan PPK mengetahui lebih banyak
tentang manfaat, harga dan kualitas pelayanan yang diberikannya. Pengalaman
menunjukkan bahwa mekanisme pembayaran tagihan klaim yang sangat populer di
Amerika Serikat sekitar tahun 1970-an, dan saat ini juga banyak digunakan di
Indonesia, menimbulkan tingginya biaya kesehatan. Sifat “asymmetri information” dari pelayanan kesehatan mengakibatkan
terjadinya moral hazard baik di
kalangan PPK maupun di kalangan masyarakat pemakai jasa pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan menjadi
berlebihan, tidak terarah serta menyesatkan. Akhirnya masyarakat yang
dirugikan, dan dalam jangka panjang terjadi ketidak percayaan masyarakat
terhadap upaya kesehatan.
V. PENERAPAN ASPEK PEMBIAYAAN DALAM PENGOBATAN
KANKER
1. Program Kendali
Biaya Kendali Mutu (KBKM)
Kendali biaya dapat diartikan : upaya
penataan sub sistem pembiayaan melalui cara-cara untuk mencapai efisiensi
pengeluaran biaya dengan tetap memperhatikan efektifitas atau mutu pelayanan.
Mekanisme
pengendalian biaya terdiri dari paket-paket kebijakan seperti kebijakan
kebijakan sertifikat kebutuhan (certificate needs), studi kelayakan
(feasibility study), rencana pengembangan (development plan), standar profesi
(professional standard), audit medis (medical audit) serta pengaturan tarif
(rate regulation). Sayangnya dalam banyak hal, mekanisme pengendalian biaya ini
sering terlambat dikembangkan. Akibatnya tidak mengherankan jika biaya
kesehatan menjadi tidak terkendali, yang akhirnya akan memberatkan masyarakat.
Program
kendali mutu adalah suatu upaya yang diselenggarakan secara berkesinambungan,
sistematis, obyektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah
mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan
dan menyelenggarakan program penyelesaian masalah mutu sesuai dengan kemampuan
yang dimiliki, serta menilai hasil yang dicapai serta menyusun saran tindak
lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.
Kendali
biaya bersama-sama dengan kendali mutu pelayanan kesehatan merupakan hal yang
paling mendasar dari penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat
(JPKM). Tujuannya adalah agar tercapai suatu peningkatan status kesehatan
pesertanya dengan pelayanan yang komprehensif, bermutu, berkesinambungan dan
terjangkau.
Akses
pelayanan kesehatan terancam karena makin meningkatnya biaya kesehatan,
menurunnya daya beli masyarakat dan inflasi kesehatan yang dua kali lebih
tinggi dibandingkan inflasi lain. Mutu pelayanan kesehatan turut terancam
karena terbatasnya dukungan biaya, kurangnya insentif dan dukungan sumberdaya
untuk peningkatan profesionalisme. Untuk mengatasi masalah akses dan mutu
pelayanan kesehatan itu, JPKM mengefisiensikan pengeluaran masyarakat dan
mengefektifkan pemberian pelayanan kesehatan dengan peningkatan mutu dan
pelayanan paripurna.
Keberhasilan
penyelenggaraan program kesehatan berlandaskan JPKM dalam mencapai tujuannya
dapat diukur dengan menganalisa :
a.
Besarnya biaya pemeliharaan kesehatan
terhadap sejumlah iuran yang dikumpulkan
b.
Jumlah pendaftaran peserta dan tingkat
kepuasannya
c.
Mutu pelayanan, baik selama proses
pemberiannya maupun sebagai hasil klinisnya
d.
Status kesehatan peserta yang tercermin
dari angka disabilitas, morbiditas dan mortalitas.
Dari
sisi penyelenggara pelayanan kesehatan, biaya pelayanan kesehatan mempunyai
pengertian sejumlah dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan
pelayanan kesehatan. Sedangkan dari sisi pengguna jasa, biaya pelayanan
kesehatan mempunyai arti sejumlah dana yang perlu disediakan oleh pengguna jasa
untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.
Kendali Mutu Pelayanan Kanker
1)
Dalam JPKM,
pengobatan kanker harus diperhitungkan dalam paket pelayanan kesehatan bagi
peserta, yang iurannya bukan paket dasar dengan pertimbangan pengobatan susah
dan mahal (Rp. 10 - 200 juta setiap kasus), diperlukan waktu 8 – 18 bulan bagi
pasien kanker untuk bisa bertahan hidup atau meninggal dengan lama menderita,
tetapi mereka juga takut untuk menghadapi hidup.
2)
Karena bila
sesorang terkena kanker menyebabkan tingkat ketidakmampuannya tinggi, maka
harus diupayakan pencegahan dan peningkatan kesehatan melalui perilaku hidup
sehat (mengurangi rokok, makanan resiko kanker, memberi ASI, dan sebagainya).
Kendali Biaya Pelayanan Kanker
Perhitungan
kebutuhan biaya pengobatan bisa dilakukan dengan memperhatikan angka kesakitan yang
berkisar antara 100 – 182 / 100.000 penduduk, dimana 5 – 10 % diantaranya pergi
ke rumah sakit.
Untuk besaran
biaya dapat memperkirakan dari data yang ada sebelumnya. Di Indonesia sekitar Rp. 10 – 200 juta / kasus.
2. Community Based Comprehensive Integrated
Cancer Control (CBCC)
Pengobatan
penyakit kanker selain diterapkan melalui program jaminan kesehatan, juga
diterapkan melalui pendekatan kemasyarakatan yang dikenal dengan “Community
Based Comprehensive Integrated Cancer Control (CBCC)”.
CBCC dimulai
sejak tahun 1999. Berlokasi di Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Sumatera Utara, DKI
Jakarta, Bali, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.
Organisasi
CBCC dimulai dari tingkat masyarakat (Community Level), Desa (Village
Level), Kecamatan (Sub District Level), Kabupaten/Kota (District
Level), Propinsi (Province Level), dan Nasional (National Level).
Tiap tingkat
organisasi mempunyai tugas masing-masing, seperti: tingkat desa bertugas untuk
melakukan kunjungan rumah dan mobilisasi dana, tingkat kecamatan dan
Kabupaten/Kota bertugas mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan tingkat
Pusat/Nasional lebih pada dukungan politik termasuk menyediakan sarana dan
dukungan dana.
Penutup
Untuk
mengatasi masalah ini, dan juga untuk meningkatkan efektifitas pelayanan
kesehatan, diselenggarakanlah JPKM, yang pada dasarnya merupakan penataan
terpadu dari kendaliu mutu pelayanan kesehatan dan kendali biaya pelayanan kesehatan.
Referensi
Azrul Azwar; Reformasi Pelayanan Kesehatan; Depkes R.I.; 2002.
3. CBCC Team; Airlangga University Medical School, Dr. Soetomo Hospital, Koningin Wilhelmina Foundation-Amsterdam Medical Centre; S
Tidak ada komentar:
Posting Komentar