Sabtu, 06 Juli 2013

PELAYANAN DEMENSIA DI MASYARAKAT


 AZRUL AZWAR

Dijen Binkesmas Departemen Kesehatan RI

 (Disampaikan pada Konas II Asosiasi Psikogeriatri Indonesia, Jakarta 10 April 2005)

 
PENDAHULUAN

Demensia atau kepikunan merupakan suatu kondisi sakit (medical illness) yang disebabkan oleh kematian atau rusaknya sel-sel otak, yang ditandai dengan gejala utama yaitu kemunduran daya ingat yang berkaitan dengan salah satu kemunduran fungsi intelektual. Demensia dapat terjadi pada usia lanjut karena penyakit Alzheimer, stroke berulang, trauma kepala dan gangguan faal tubuh (hormonal, nutrisi , defisiensi vitamin), alkohol dan lain-lain. Pada umumnya demensia terjadi pada usia lanjut (>65 tahun) dan merupakan gangguan yang ditandai oleh gangguan kognitif, emosional dan psikomotor yang menyebabkan penderita tidak mampu mengikuti aktifitas sosial dan mengurus diri untuk keperluannya sehari-hari. Pada demensia terjadi kemerosotan mental yang terus menerus, makin lama makin buruk (progresif) meliputi penurunan daya ingat akan hal yang baru saja terjadi, kemunduran kemahiran berbahasa, kemunduran intelektual, perubahan perilaku dan fungsi-fungsi otak lainnya sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari. 
 
Demensia terjadi akibat dari proses penuaan dan akan menjadi masalah yang menonjol di masa mendatang. Hal ini sebagai akibat perbaikan pelayanan di berbagai bidang seperti kesehatan dan kesejahteraan sosial, kependudukan, lingkungan hidup dan sebagainya. Karena itu pelayanan kesehatan pada kelompok usia lanjut tidaklah cukup dengan hanya memperhatikan kondisi fisiknya saja tapi harus secara komprehensif/menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan masalah psikologik, perilakunya serta adanya masalah sosial kemasyarakatan lainnya. Untuk itu penanganan demensia perlu melibatkan keluarga dan masyarakat pada umumnya karena adanya masalah psikososial atau pengaruh lingkungan yang menyertai keluhan pasien demensia.
 
 Sejauh ini pelayanan demensia di fasilitas kesehatan umum (pemerintah) belum dapat dilaksanakan secara maksimal karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam penatalaksanaan masalah tersebut. Kendati demikian telah ada Buku Pedoman Pengenalan Dini Demensi (Kepikunan) yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat tahun 2002.
 
 Telah diketahui bahwa pencapaian tujuan program kesehatan (termasuk kesehatan jiwa) tidak dapat diselesaikan oleh Departemen Kesehatan sendiri, melainkan bersama sektor lain dan masyarakat sehingga terjalin suatu sinergisme dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Karena itu dalam penanggulangan masalah demensia di masyarakat dibutuhkan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan demensia di masyarakat 
 
 INSIDENS DAN PREVALEN DEMENSIA
 
 
  • Peningkatan angka kejadian dan prevalensi kasus demensia mengikuti peningkatan usia seseoran
  •  Lebih dari 50% kasus demensia tergolong pada demensia tipe Alzheimer (AD)
  • Setelah lewat 60 tahun, prevalensi demensia Alzheimer berlipat dua setiap kenaikan 5 (lima ) tahun usia
  • Dengan meningkanya usia harapan hidup suatu populasi, diperkirakan akan meningkat pula prevalensi demensia
  • Di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 30 juta penduduk menderita demensia dengan berbagai sebab
  • Berdasarkan Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995, prevalensi usia 60 tahun atau lebih yang mengalami kepikunan (demensia) mencapai 5 per 1000 penduduk; gangguan mental emosional ringan 114 per 1000 penduduk dan yang mengalami gangguan dalam menjalani aktifitas dasar seharihari ( basic activity daily living ) 36-111 per 1000 penduduk.
  
TANDA-TANDA DINI DEMENSIA :
 
  1. mudah lupa (subyektif atau obyektif)
  2. apatis, tidak ada minat beraktivitas atau bersosialisai
  3. menghindari tugas yang biasa dikerjakan
  4.     suasana hati mudah berubah-ubah
  5.     berkurangnya kelancaran berbahasa 
  6.     bertanya atau berbicara hal yang sama berulang-ulang
  7.     kebingungan ditempat yang pernah dikenal
  8.     mudah curiga dan ngotot dengan pendapatnya
 
  
VISI DAN MISI PELAYANAN DEMENSIA
 
Dalam Buku Pedoman Pengenalan Dini Demensia yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat tahun 2002, Visi dan Misi Pelayanan Demensia adalah sebagai berikut,
 
Visi:  Menjadikan masyarakat Indonesia yang berusia lanjut sehat, sejahtera dan mandiri pada tahun 2030 secara fisik, mental dan sosial serta tetap produkti 
  
Misi:
 1. Meningkatkan upaya pendidikan bagi masyarakat agar peduli usia lanjut hingga terselenggaranya “healthy aging”
 2. Mengembangkan kemampuan petugas kesehatan untuk melakukan deteksi dini bagi usia lanjut dengan gangguan kesehatan terutama demensia dan dapat memberikan penanganan secara tepat, cepat dan efektif
 3. Terselenggaranya pelayanan demensia secara terpadu oleh dan bagi masyarakat (community based services)
4. Mengembangkan penelitian khusus masalah demensia dan yang berkaitan dengan hal tersebut
 
 
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM PELAYANAN DEMENSIA
 
 Mengingat betapa sulitnya untuk mencapai visi diatas, pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan demensia merupakan keniscayaan. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan sebenarnya bukan merupakan hal yang baru. Paling tidak telah dikenal sejak tahun 1920, jakni ketika Winslow merumuskan definisi ilmu kesehatan masyarakat. Bagian pertama dari definisi tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu kesehatan masyarakat adalah suatu ilmu dan kiat untuk untuk mencegah penyakit, memperpanjang usia hidup, memelihara kesehatan jasmani dan rohani serta meningkatkan efisiensi dengan jalan usaha masyarakat yang terorganisir. Dari definisi ini jelaslah ilmu (pelayanan) kesehatan masyarakat sangat memerlukan pemberdayaan masyarakat, karena pelaksanaan usaha masyarakat yang terorganisir, yang menjadi persyaratan ilmu (pelayanan) kesehatan masyarakat, hanya dapat diwujudkan apabila masyarakat dapat diberdayakan.
 
WHO sendiri dalam THE WORLD HEALTH REPORT 2001 memberikan 10 REKOMENDASI yang beberapa diantaranya adalah merekomendasi tersedianya perawatan kesehatan jiwa di masyarakat; pendidikan masyarakat dalam rangka meningkatkan kesadaran terhadap kesehatan jiwa serta perlunya keterlibatan peran serta masyarakat dan keluarga.
 
Jika kita menilik tujuan pembangunan kesehatan itu sendiri yaitu untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat (termasuk kesehatan jiwa) bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat (termasuk kesehatan jiwa), memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan setinggi-tingginya (termasuk kesehatan jiwa) di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka jelas bahwa tujuan tersebut sulit dicapai tanpa keterlibatan masyarakat.
 
Tujuan pembangunan kesehatan hanya dapat dicapai melalui kerja sama lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat termasuk swasta. Departemen Kesehatan harus mampu mendorong dan memfasilitasi pembangunan sektor di luar kesehatan yang memberikan dukungan positif terhadap pembangunan kesehatan. Demikian pula peran masyarakat dan swasta didorong untuk memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi pembangunan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat melalui Dewan Kelurahan dan Dewan Kecamatan yang melibatkan berbagai unsur, memiliki potensi besar untuk meningkatkan upaya kesehatan masyarakat.
 
Dalam prinsip-prinsip dasar Sistem Kesehatan Nasional, disebutkan antara lain bahwa:
 
1. Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip pemberdayaan dan kemandirian masyarakat. Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berkewajiban dan bertanggung-jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat beserta lingkungannya. Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus berdasarkan pada kepercayaannatas kemampuan dan kekuatan sendiri, kepribadian bangsa, semangat solidaritas sosial dan gotong royong
 
2. Penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip kemitraan. Pembangunan kesehatan harus didelenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat termasuk swasta, dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki. Kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta serta kerjasama lintas sektor dalam pembangunan kesehatan diwujudkan dalamn suatu jejaring yang berhasil-guna dan berdaya-guna, agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
 
KONDISI PELAYANAN KESEHATAN DI MASYARAKAT
 
Sejauh ini pelayanan demensia di fasilitas kesehatan umum (pemerintah) saja belum dapat dilaksanakan secara maksimal karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam penatalaksanaan masalah tersebut. Apalagi pelayanan demensia di masyarakat. Kalaupun ada – seperti halnya upaya-upaya kesehatan masyarakat lainnya di Indonesia - belum terselenggara secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan yang bersifat promotif dan preventif tentang kesehatan jiwa usia lanjut masih dirasakan kurang. Potensi pelayanan kesehatan swasta dan upaya kesehatan berbasis masyarakat yang semakin meningkat, belum didayagunakan sebagaimana mestinya.
 
Potensi masyarakat baik berupa organisasi, upaya, tenaga, dana, sarana, teknologi, maupun mekanisme pengambilan keputusan belum optimal. Peran serta masyarakat di bidang kesehatan telah banyak berkembang, namun upaya pemberdayaan masyarakat hingga kini masih menempatkan masyarakat sebagai obyek dan upaya tersebut lebih banyak berupa bantuan kemanusiaan (charity) yang bersifat mendesak, penggerakan yang baru bersifat sementara dan masih pada tahap pengembangan. Iklim feodalisme dan paternalisme di sebagian besar masyarakat masih kuat, disamping masih kuatnya orientasi pada birokrat. Di pihak lain, para birokrat dan provider pada umumnya belum memahami bagaimana memberdayakan masyarakat secara professional termasuk mendorong masyarakat dalam mengemukakakn pendapat (voice) dan memilih (choice), serta menentukan prioritas program kesehatan sesuai kebutuhan masing-masing.
 
  
PELAYANAN DEMENSIA DI MASYARAKAT
 
Penyelenggaraan pelayanan demensia secara terpadu oleh dan bagi masyarakat (community based services), merupakan salah satu pelayanan yang menjadi bagian dari upaya kesehatan jiwa yang dalam subsistem upaya kesehatan termasuk kedalam UKM (Upaya Kesehatan Masyarakat) yaitu setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.
 
Penyelenggaraan pelayanan demensia secara terpadu oleh dan bagi masyarakat (community based services) meliputi promosi, prevensi, kuratif dan rehabilitatif. Dalam operasionalnya pelayanan demensia secara terpadu dilaksanakan dalam bentuk pemberian:
 
1. Informasi, advokasi dan koordinasi
2. Perawatan diri pasien
3. Bantuan di rumah (home help)
4. Pemeliharaan rumah (home maintenance)
5. Abonemen/hantaran makanan (food delivery)
 6. Pelayanan kesehatan usia lanjut terpadu
 7. Program perawatan dalam masyarakat
8. Layanan antar-jemput
 9. respite care: day care centres, patient’s home (di rumah pasien sendiri)
10. Paket perawatan usia lanjut komunitas (community aged care packages) 
 
 
Ke 10 kegiatan diatas jelas tidak mungkin ditanggulangi oleh pemerintah secara sendiri-sendiri mengingat tidak sedikitnya dana yang dibutuhkan untuk keperluan-keperlua diatas. Partisipasi aktif masyarakat menjadi sesuatu yang tidak bisa dihindarkan.
 
Dari analisis situasi dan kecenderungan perkembangan berbagai aspek yang mempengaruhi pencapaian dan kinerja sistem kesehatan nasional di Indonesia, didapatkan, antara lain bahwa keberhasilan pembangunan kesehatan di Indonesia tidak terlepas dari partisipasi aktif masyarakat. Untuk itu berbagai bentuk upaya kesehatan berbasis masyarakat banyak didirikan, antara lain dalam bentuk posyandu (termasuk posyandu usila). Sayangnya pemberdayaan masyarakat dalam arti mengembangkan kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat dalam mengemukakan pendapat dan mengambil keputusan tentang kesehatan masih dilaksanakan secara terbatas. Kecuali itu lingkup pemberdayaan masyarakat dalam bentuk mobilisasi masyarakat. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam bentuk pelayanan, advokasi kesehatan serta pengawasan sosial dalam program pembangunan kesehatan belum banyak dilaksanakan. Jaringan kemitraan antar sektor pemerintah dan swasta belum dikembangkan secara optimal. Program-program kemitraan pemerintah dan swasta (public and private partnership mix) masih dalam tahap perintisan. Kemitraan yang telah dibangun belum menampakkan kepekaan, kepedulian dan rasa memiliki terhadap permasalahan upaya kesehatan.
 Karenanya ke 10 kegiatan dalam penyelenggaraan pelayanan demensia secara terpadu oleh dan bagi masyarakat (community based services) akan bisa terlaksana dengan baik manakala kelemahan-kelemahan dalam pemahaman tentang pemberdayaan masyarakat tersebut dapat diluruskan sehingga pengejawantahannya menjadi tepat. Ada 3 (tiga) hal yang dapat dilakukan untuk memberdayakan masyarakat. Pertama, menciptakan iklim/suasana yang menguntungkan berkembangnya potensi masyarakat (enabling). Kedua, memperkuat potensi yang dimiliki oleh masyarakat sendiri (empowering). Ketiga, melindungi kelompok masyarakat yang lemah sehingga tidak menjadi lebih lemah dalam menghadapi kelompok masyarakat yang lebih kuat (protecting).
  
PENUTUP
Pelayanan demensia di masyarakat merupakan salah satu bentuk pelayanan yang termasuk dalam program Upaya Kesehatan Masyarakat yaitu kegiatan yang dilakukan unrtuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat.
 
Dengan adanya pelayanan ini diharapkan akan terlaksananya pembinaan pemeliharaan kesehatan usia lanjut (termasuk kesehatan jiwa) dan terlaksananya pembinaan upaya kesehatan jiwa masyarakat (termasuk kesehatan jiwa usia lanjut).
 
 Dalam merealisasikan pelayanan demensia di masyarakat ini peran serta aktif masyarakat menjadi keniscayaan. Kemitraan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta serta kerjasama lintas sektor dalam pembangunan kesehatan menjadi sesuatu yang tak bisa dihindarkan. Pemahaman yang tepat tentang pemberdayaan masyarakat akan menjadi koreksi dalam menutupi kelemahan-kelemahan selama ini.
 
 RUJUKAN
 
 1. WHO: Mental Health Services Organization; Modul WHO 
 
2. DEPKES: Pedoman Pengenalan Dini Demensi (Kepikunan); Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2002
 
 3. DEPKES: Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan; Departemen Kesehatan RI, 2001
 
 4. DEPKES: Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut bagi Petugas Kesehatan; Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI, Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
 
 5. Azrul Azwar : Reformasi Pelayanan Kesehatan; DEPKES RI, 2004
 
 6. DEPKES: Rencana Strategis Departemen Kesehatan 2005-2009; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004
 
7. DEPKES: Sistem Kesehatan Nasional; Departemen Kesehatan RI, 2004
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
  
 
 




EFFICACY DAN COST EFFECTTIVENESS PENGOBATAN KANKER ALOKASI SUMBER DAYA


Prof. DR. Azrul Azwar, MPH


Direktur Jenderal Bina Kesmas Depkes RI


Disampaikan pada : Simposium Pertama Neuro-onkologi

04-05 Juni 2005

 
PENDAHULUAN

 
1.   Dari banyak masalah pelayanan kesehatan yang ditemukan pada saat ini, salah satu diantaranya yang dinilai cukup merisaukan adalah makin meningkatnya biaya kesehatan (health cost).

2.   Banyak faktor yang berperan sebagai penyebab makin meningkatnya biaya kesehatan tersebut. Jika disederhanakan faktor faktor yang dimaksud dapat dibedakan atas tujuh macam yakni (a) laju inflasi, (b) kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran, (c) perubahan pola penyakit, (d) perubahan pola pelayanan kesehatan, (e) perubahan pola hubungan dokter pasien, (f) meningkatnya permintaan pelayanan kesehatan, serta (g) terlambatnya mengembangkan mekanisme kendali biaya kesehatan.

3.      Sebagai contoh di Amerika Serikat tercatat total biaya kesehatan pada tahun 1990 tidak kurang dari US$ 666,2 milyar. Jika dibandingkan dengan tahun 1960, telah terjadi peningkatan sebesar 24,6 kali. Jika pada tahun 1960, setiap orang di Amerika Serikat mengeluarkan dana hanya US$ 143 per tahun, maka pada tahun 1990 telah meningkat menjadi US$ 2.566 per tahun. Peningkatan terjadi di pelbagai negara Eropa. Peningkatan tersebut, jika dibandingkan terhadap Gross National Product (GNP) sepanjang kurun waktu 1970 sampai 1980, adalah 6,1% menjadi 9,6% untuk Jerman Barat, dari 6,6% menjadi 8,8% untuk Perancis, dari 7,5% menjadi 9,4% untuk Swedia, serta dari 4,9% menjadi 5,8% untuk Inggris.

4.      Dampak yang ditimbulkan dari makin meningkatnya biaya kesehatan sungguh amat memprihatinkan. Pelayanan kesehatan akhirnya tidak dapat dijangkau oleh anggota masyarakat, terutama yang berasal dari kelompok ekonomi lemah.

5.      Untuk mengatasi masalah ini banyak upaya yang dapat dilakukan diantaranya melalui pelayanan kesehatan yang terkendali, dikenal dengan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM).

6.   Penyakit kanker adalah satu penyakit katastropik yang membutuhkan pelayanan canggih dan otomatis memerlukan biaya besar.

7.   Oleh karena JPKM merupakan keterpaduan pelayanan dengan biaya perlu diterapkan dalam pengobatan kanker.

 

II.  PENGERTIAN

Sesuai dengan judul makalah yang diminta, maka berikut ini disampaikan beberapa pengertian sebagai berikut :

Efficacy                            :  Kemanjuran/ kemujaraban.

Effectiveness                   :  Kemampuan untuk menghasilkan hasil yang bisa diukur

Kanker                             :  Tumor sekunder yang bersifat fatal, sel kanker bersifat

   infasi dan metastatis dan sangat anaplastik.

Standar Pelayanan Medis:  Pedoman pelayanan bagi dokter yang dijalankan untuk

   meningkatkan mutu pelayanan medik agar efektif dan

   efisien.

Pembiayaan Kesehatan  :  Total dana yang harus disediakan untuk dapat

   menyelenggarakan dan atau memanfaatkan pelayanan

   kesehatan.

Sumber Daya                   :  Segala sesuatu baik yang berwujud benda maupun yang

   berwujud sarana yang menunjang lainnya yang tidak

   berwujud, misal peralatan, sediaan/ modal, waktu dan

   tenaga yang digunakan untuk mencapai hasil.

 

III. GAMBARAN PENYAKIT KANKER

Di Indonesia jumlah kasus kanker dari waktu ke waktu semakin meningkat, 60 – 90 % dari kasus kanker yang ada terlambat periksa ke dokter. Jumlah tenaga dan fasilitas untuk menangani penyakit kanker juga sangat terbatas.

Besarnya masalah yang terjadi di Indonesia dengan timbulnya penyakit kanker 186 penderita setiap 100.000 penduduk, di rumah sakit penyakit ini menduduki urutan ke 6.

Masalah kanker di Indonesia meliputi tingginya angka kejadian (insidence), terlambat pemeriksaan, rendahnya kasus yang dirawat di rumah sakit, tingginya ketidakmampuan penderita, dan biaya pengobatan yang mahal.

Penyakit kanker yang sering terjadi di Indonesia dengan dasar pemeriksaan secara histopathology, antara lain Cervical Cancer, Breast Cancer, Secondary Lymfoid, Skin Cancer, Nasopharynx, Ovaries, Rectum, Connectied Tissue, Thyroid, Colon.

Dari 10 besar kanker yang terjadi pada anak-anak di Rumah Sakit DR. Soetomo Surabaya, kasus Brain And Nerve menduduki urutan ke 6 (1,96 %).

 

IV. KEBIJAKAN PEMBIAYAAN DALAM PELAYANAN KESEHATAN


 

Pembangunan kesehatan yang telah di laksanakan di Indonesia dalam tiga dasa warsa terakhir ini, ternyata belum sepenuhnya berhasil memenuhi salah satu dari kebutuhan pokok masyarakat. Tersedianya pelayanan kesehatan yang terjangkau (affordable) oleh segenap anggota masyarakat, agaknya masih tetap merupakan impian. Untuk ini banyak faktor yang diperkirakan berperan. Termasuk di antaranya yang terpenting adalah belum mantapnya sistem pembiayaan kesehatan (health financing system) yang selama ini diterapkan.

Seperti juga sistem lainnya, pengertian sistem pembiayaan kesehatan cukup luas. Jika disederhanakan dapat diartikan sebagai suatu kesatuan yang utuh dan terpadu dari kebijakan (policy) serta mekanisme (mechanism) pembiayaan kesehatan yang diterapkan di suatu negara. Kebijakan dan mekanisme yang dimaksud di sini dibedakan atas dua tingkat.

Pertama, kebijakan dan mekanisme yang menyangkut mobilisasi (mobilization), alokasi (allocation) serta utilisasi (utilization) pelbagai sumber dana kesehatan (health financial resources) yang tersedia di masyarakat. Kedua, kebijakan dan mekanisme yang menyangkut tata cara pembiayaan (method of payment) pelayanan kesehatan, baik ditinjau dari sudut penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider) maupun dari sudut pemakai jasa pelayanan kesehatan (health consumer).

Data tahun 2000 mencatat total dana kesehatan yang tersedia  sekitar Rp 34 triliun. Dari dana tersebut, karena keterbatasan kemampuan pemerintah, hanya sebesar 23,7% yang berasal dari pemerintah. Jika total dana ini diperhitungkan terhadap GDP, maka untuk tahun 2000 tercatat hanya sebesar 2,4% dengan perbandingan 0,7% berasal dari pemerintah serta 1,7% berasal dari swasta. Padahal di banyak negara maju angka tersebut telah mendekati 8%. Bahkan di Amerika Serikat total dana kesehatannya sudah mencapai angka 14% dari GNP.

           Suatu sistem pembiayaan kesehatan itu disebut baik apabila utilisasi dana kesehatan bersifat efisien. Artinya dikelola secara benar sesuai dengan peruntukkannya. Untuk ini harus diakui bahwa pengelolaan dana kesehatan Indonesia belumlah sebagaimana diharapkan . Untuk sumber dana yang berasal dari pemerintah perencanaan anggaran terfragmentasi, sehingga menyulitkan pelaksanaannya di lapangan.

Sementara itu utilisasi dana kesehatan di masyarakat swasta tampak sangat berlebihan. Sebagai akibat masih dominannya sistem pembiayaan tunai, serta tidak adanya program kendali biaya (cost containment program) serta program kendali mutu (quality assurance program), menyebabkan pelayanan kesehatan sering dilaksanakan secara berlebihan (over utilization). Akibatnya jumlah dana yang harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk sesuatu yang sebenarnya tidak diperlukan, tampak semakin meningkat. Praktek-praktek pelayanan kesehatan yang tidak etis makin banyak ditemukan pada sarana pelayanan kesehatan dengan motif mencari keuntungan (profit motive). Sesuatu yang sebenarnya tidak dapat dibenarkan. 

Undang-undang Kesehatan  Nomor 23/1992, khususnya pasal 65 menyatakan bahwa pembangunan kesehatan dibiayai oleh pemerintah dan masyarakat termasuk swasta.  Salah satu bentuk keikutsertaan masyarakat dalam pembiayaan kesehatan  adalah ikut membiayai penyelenggaraan upaya kesehatan perorangan, bagi dirinya dan atau keluarganya melalui kepesertaan dalam penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK),  dan atau asuransi kesehatan. Baik badan penyelenggara asuransi maupun  jaminan kesehatan mengadakan ikatan kerja atau kontrak dengan pemberi pelayanan kesehatan (PPK) untuk sepakat tentang pelayanan yang diberikan, besarnya harga dan cara pembayarannya kepada PPK. Namun sayangnya  praktek penyelenggaraan asuransi  atau jaminan kesehatan selama ini, belum sepenuhnya memperhatikan  dan melaksanakan efisiensi  biaya dan menjaga  mutu pelayanan.

Masih digunakannya cara pembayaran penggantian biaya, tagihan biaya atau klaim terhadap  pelayanan PPK, cenderung mengakibatkan “inefisiensi” biaya kesehatan. Mengapa hal ini terjadi? Karena pelayanan kesehatan mempunyai karakteristik khusus yang berbeda dengan pelayanan jasa lain seperti hotel, angkutan, komunikasi, dll. Salah satu ciri yang menonjol adalah pelayanan kesehatan bersifat “asymmetri of information”, yang menempatkan konsumen berada pada posisi yang lemah, sedangkan PPK mengetahui lebih banyak tentang manfaat, harga dan kualitas pelayanan yang diberikannya. Pengalaman menunjukkan bahwa mekanisme pembayaran tagihan klaim yang sangat populer di Amerika Serikat sekitar tahun 1970-an, dan saat ini juga banyak digunakan di Indonesia, menimbulkan tingginya biaya kesehatan. Sifat “asymmetri information” dari pelayanan kesehatan mengakibatkan terjadinya moral hazard baik di kalangan PPK maupun di kalangan masyarakat pemakai jasa pelayanan kesehatan.  Pelayanan kesehatan menjadi berlebihan, tidak terarah serta menyesatkan. Akhirnya masyarakat yang dirugikan, dan dalam jangka panjang terjadi ketidak percayaan masyarakat terhadap upaya kesehatan.

 

V.  PENERAPAN ASPEK PEMBIAYAAN DALAM PENGOBATAN KANKER


 

1.    Program Kendali Biaya Kendali Mutu (KBKM)

 

Kendali biaya dapat diartikan : upaya penataan sub sistem pembiayaan melalui cara-cara untuk mencapai efisiensi pengeluaran biaya dengan tetap memperhatikan efektifitas atau mutu pelayanan.

Mekanisme pengendalian biaya terdiri dari paket-paket kebijakan seperti kebijakan kebijakan sertifikat kebutuhan (certificate needs), studi kelayakan (feasibility study), rencana pengembangan (development plan), standar profesi (professional standard), audit medis (medical audit) serta pengaturan tarif (rate regulation). Sayangnya dalam banyak hal, mekanisme pengendalian biaya ini sering terlambat dikembangkan. Akibatnya tidak mengherankan jika biaya kesehatan menjadi tidak terkendali, yang akhirnya akan memberatkan masyarakat.

Program kendali mutu adalah suatu upaya yang diselenggarakan secara berkesinambungan, sistematis, obyektif dan terpadu dalam menetapkan masalah dan penyebab masalah mutu pelayanan kesehatan berdasarkan standar yang telah ditetapkan, menetapkan dan menyelenggarakan program penyelesaian masalah mutu sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, serta menilai hasil yang dicapai serta menyusun saran tindak lanjut untuk lebih meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diselenggarakan.

Kendali biaya bersama-sama dengan kendali mutu pelayanan kesehatan merupakan hal yang paling mendasar dari penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM). Tujuannya adalah agar tercapai suatu peningkatan status kesehatan pesertanya dengan pelayanan yang komprehensif, bermutu, berkesinambungan dan terjangkau.

Akses pelayanan kesehatan terancam karena makin meningkatnya biaya kesehatan, menurunnya daya beli masyarakat dan inflasi kesehatan yang dua kali lebih tinggi dibandingkan inflasi lain. Mutu pelayanan kesehatan turut terancam karena terbatasnya dukungan biaya, kurangnya insentif dan dukungan sumberdaya untuk peningkatan profesionalisme. Untuk mengatasi masalah akses dan mutu pelayanan kesehatan itu, JPKM mengefisiensikan pengeluaran masyarakat dan mengefektifkan pemberian pelayanan kesehatan dengan peningkatan mutu dan pelayanan paripurna.

Keberhasilan penyelenggaraan program kesehatan berlandaskan JPKM dalam mencapai tujuannya dapat diukur dengan menganalisa :

a.   Besarnya biaya pemeliharaan kesehatan terhadap sejumlah iuran yang dikumpulkan

b.   Jumlah pendaftaran peserta dan tingkat kepuasannya

c.   Mutu pelayanan, baik selama proses pemberiannya maupun sebagai hasil klinisnya

d.   Status kesehatan peserta yang tercermin dari angka disabilitas, morbiditas dan mortalitas.

Dari sisi penyelenggara pelayanan kesehatan, biaya pelayanan kesehatan mempunyai pengertian sejumlah dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Sedangkan dari sisi pengguna jasa, biaya pelayanan kesehatan mempunyai arti sejumlah dana yang perlu disediakan oleh pengguna jasa untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

 

Kendali Mutu Pelayanan Kanker

 

1)    Dalam JPKM, pengobatan kanker harus diperhitungkan dalam paket pelayanan kesehatan bagi peserta, yang iurannya bukan paket dasar dengan pertimbangan pengobatan susah dan mahal (Rp. 10 - 200 juta setiap kasus), diperlukan waktu 8 – 18 bulan bagi pasien kanker untuk bisa bertahan hidup atau meninggal dengan lama menderita, tetapi mereka juga takut untuk menghadapi hidup.

2)    Karena bila sesorang terkena kanker menyebabkan tingkat ketidakmampuannya tinggi, maka harus diupayakan pencegahan dan peningkatan kesehatan melalui perilaku hidup sehat (mengurangi rokok, makanan resiko kanker, memberi ASI, dan sebagainya).

 

Kendali Biaya Pelayanan Kanker

 

Perhitungan kebutuhan biaya pengobatan bisa dilakukan dengan memperhatikan angka kesakitan yang berkisar antara 100 – 182 / 100.000 penduduk, dimana 5 – 10 % diantaranya pergi ke rumah sakit.

Untuk besaran biaya dapat memperkirakan dari data yang ada sebelumnya. Di Indonesia sekitar Rp. 10 – 200 juta / kasus. 

 

2.    Community Based Comprehensive Integrated Cancer Control (CBCC)

 

Pengobatan penyakit kanker selain diterapkan melalui program jaminan kesehatan, juga diterapkan melalui pendekatan kemasyarakatan yang dikenal dengan “Community Based Comprehensive Integrated Cancer Control  (CBCC)”.

CBCC dimulai sejak tahun 1999. Berlokasi di Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Sumatera Utara, DKI Jakarta, Bali, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan.

Organisasi CBCC dimulai dari tingkat masyarakat (Community Level), Desa (Village Level), Kecamatan (Sub District Level), Kabupaten/Kota (District Level), Propinsi (Province Level), dan Nasional (National Level).

Tiap tingkat organisasi mempunyai tugas masing-masing, seperti: tingkat desa bertugas untuk melakukan kunjungan rumah dan mobilisasi dana, tingkat kecamatan dan Kabupaten/Kota bertugas mendorong masyarakat untuk berpartisipasi, dan tingkat Pusat/Nasional lebih pada dukungan politik termasuk menyediakan sarana dan dukungan dana.

Penutup

 Sebagai pengaruh pelbagai factor, biaya kesehatan pada saat ini tampak makin meningkat, yang apabila tidak dapat dikendalikan akan menyebabkan pelayanan kesehatan makin tidak terjangkau.

Untuk mengatasi masalah ini, dan juga untuk meningkatkan efektifitas pelayanan kesehatan, diselenggarakanlah JPKM, yang pada dasarnya merupakan penataan terpadu dari kendaliu mutu pelayanan kesehatan dan  kendali biaya pelayanan kesehatan.
          

Referensi


 
1.  Azrul Azwar; Janiman Pemeliharaan Kesehatan; Jakarta; Ditjen Bina Kesmas   Depkes; 2002
Azrul Azwar; Reformasi Pelayanan Kesehatan; Depkes R.I.; 2002.
3. CBCC Team; Airlangga University Medical School, Dr. Soetomo Hospital, Koningin Wilhelmina Foundation-Amsterdam Medical Centre; S

PELAYANAN KEDOKTERAN KELUARGA SEBAGAI STANDAR PELAYANAN PRIMER PADA PENERAPAN JAMINAN SOSIAL MASYARAKAT DI INDONESIA

Azrul Azwar

Key note speech : disampaikan pada Lokakarya Nasional Rancangan Model Pendidikan Kedokteran Keluarga di Fakultas Kedokteran pada tanggal 15 Desember 2004.

 
 
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

 

Para undangan dan

Para peserta lokakarya yang berbahagia,

 

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat yang diberikan , termasuk rahmat hidup sehat sehingga kita dapat berkumpul disini untuk mengikuti Lokakarya Nasional Rancangan Model Pendidikan Kedokteran Keluarga di Fakultas  Kedokteran  yang berlangsung tanggal 15 Desember 2004.

 

Saudara-saudara sekalian,

 

Terwujudnya keadaan sehat merupakan kehendak semua pihak. Tidak hanya orang perorang atau  keluarga, akan tetapi juga oleh kelompok dan bahkan oleh seluruh anggota masyarakat. Adapun yang dimaksudkan dengan sehat adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan social yang memungkinkan setiap orang  hidup produktif secara social dan ekonomis ( UU Kesehatan No. 23  Tahun 1992 ). Untuk  mewujudkan keadaaan sehat tersebut banyak upaya yang harus dilaksanakan . Salah satu diantaranya yang penting adalah penyelenggaraan pelayanan kesehatan.

 

Sebagai akibat krisis yang berkepanjangan , menyebabkan munculnya masalah kemiskinan yang merupakan masalah multidimensional ( social, ekonomi, fisik, politik atau kelembagaan ). Jumlah penduduk miskin meningkat secara signifikan dari 27,7 juta di tahun 1996 menjadi 55,8 juta pada tahun 1999 atau meningkat sebesar 48 %. Peningkatan yang tajam terjadi di daerah perkotaan sehingga berdampak pada berbagai masalah dan fenomena social.

 

Kualitas hidup penduduk Indonesia yang saat ini  berjumlah hampir 210 juta jiwa orang, masih tertinggal dibandingkan dengan kualitas`penduduk negara-negara ASEAN. Hal ini antara lain dapat dilihat dari masih rendahnya nilai Human Development Index ( HDI ) Indonesia yang diukur dalam 3 ( tiga ) indicator  yaitu umur harapan hidup saat lahir , angka melek huruf penduduk dewasa dan tingkat partisipasi murid sekolah dan GDP riil perkapita. Peringkat Indonesia menurut Human Development Report  2001 berada pada rangking ke 102 dari 162 negara dan jauh lebih rendah dibandingkan dengan beberapa negara ASEAN  seperti Singapura ( rangking ke 26 ), Brunai ( rangking ke 32 ), Malaysia ( rangking ke 56 ), Thailand ( rangking ke 66 ) dan Filipina ( rangking ke77) .

 

 

 

Saudara-saudara sekalian,

 

Harus diakui, bentuk pelayanan pada sebagian besar penyelenggaraan pelayanan kesehatan saat ini, terutama yang dilakukan oleh fasilitas pemerintah  pada umumnya  masih ditandai dengan terbatasnya kemampuan sumberdaya sehingga bentuk pelayanan ideal yang diharapkan masih belum dapat dicapai.

Sementara itu tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan  yang berkualitas serta tantangan di era globalisasi dimana pelayanan kesehatan harus memenuhi standar internasional (can be audited, accountable, reliable ) mendorong pada kesadaran perlunya peningkatan pelayanan kesehatan  yang bermutu akan tetapi efektif dan efisien.

 

Dalam konteks pembangunan kesehatan , peran penyelenggara upaya kesehatan tingkat pertama (primer) akan semakin penting karena pembangunan kesehatan  harus dapat mendorong makin meningkatnya derajat kesehatan seluruh masyarakat dengan mengutamakan pelayanan promotif  dan preventif yang seimbang dengan pelayanan kuratif dan rehabilitatif (paradigma  sehat) . Peran ini harus dapat dilakukan oleh penyelenggara atau pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama (primer ) dengan sebaik-baiknya.

 

Pentingnya memberi perhatian kepada penyelenggaraan pelayanan kesehatan di tingkat pertama (primer) disamping untuk memenuhi ketersediaan (availability), ketercapaian (accessibility), keterjangkauan (affordability), kesinambungan  (countinuity ) dan  mutu (quality) pelayanan  kesehatan bagi rata-rata masyarakat, juga disebabkan oleh karena data menunjukkan bahwa sesungguhnya   85 % kasus rawat jalan  sebenarnya adalah kasus rawat jalan  tingkat pertama, hanya 15 % sisanyalah yang merupakan kasus rawat jalan tingkat lanjutan dan rawat inap.

 

 

Saudara-saudara sekalian,

 

Pada masa masa mendatang diperkirakan ilmu dan tehnologi kedokteran akan tetap berkembang dengan sangat pesat . Untuk mencegah makin mahalnya biaya kesehatan karena pemakaian pelbagai peralatan kedokteran canggih, yang lazimnya ditemukan pada pelayanan kedokteran tingkat kedua dan ketiga , perlu dikembangkan pelayanan kedokteran tingkat pertama yang tangguh dan andal. Pelayanan kedokteran tingkat pertama yang seperti ini, berfungsi sebagai pengendali biaya kesehatan  dan akan dapat diwujudkan apabila pelayanan kedokteran keluarga dapat dikembangkan.

 

Pelayanan kedokteran keluarga adalah pelayanan kedokteran personal, menyeluruh, terpadu, berkesinambungan dan proaktif serta lebih memusatkan perhatian dan tanggung jawabnya pada pemeliharaan dan peningkatan kesehatan seluruh anggota keluarga sebagai satu unit, dalam kaitan komunitas  dan lingkungan dimana keluarga itu berada. Apabila pelayanan kedokteran oleh dokter keluarga dapat diselenggarakan banyak manfaat yang akan diperoleh. Manfaat yang dimaksud disamping dapat mengendalikan biaya kesehatan  ( cost containment ), sekaligus pula dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan  ( quality assurance ).

 

Peran pemberi pelayanan tingkat pertama adalah sangat strategis.  Pelayanan kesehatan tingkat pertama atau primer yang komprehensif dan lebih bermutu diharapkan dapat dilakukan oleh dokter keluarga. Dokter keluarga juga bertugas dilini terdepan sebagai pelaksana pelayanan primer yang handal, berfikir holistik, bertindak sebagai koordinator dan kolaborator untuk kepentingan pasien, sebagai katalis masyarakat, memungkinkan audit, meningkatkan akuntabiltas pelayanan dan antisipatif terhadap  globalisasi. Kebijakan pemerintah tentang akselerasi pengembangan dokter keluarga juga merupakan bagian dari penataan pelayanan kesehatan yang memberi penguatan pada pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama atau primer.

 

 

Saudara-saudara sekalian,

 

Kesadaran akan pentingnya memberi perhatian kepada pembiayaan kesehatan disamping upaya pelayanan kesehatan telah mengantarkan kita pada suatu arah kebijakan program yang bertujuan memberi kepastian jaminan perlindungan kesejahteraan social. Program yang disebutkan itu adalah program yang diselenggarakan bersama oleh pemerintah dan masyarakat dan disebut dengan Jaminan Sosial Nasional.

 

Keadaan ini menjadi penting terutama bila terjadi hal yang tidak dikehendaki yang dapat mengakibatkan hilangnya atau kurangnya pendapatan , baik karena memasuki usia lanjut/pensiun, menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan dan lain sebagainya. Sehingga pada keadaan keadaan demikianpun setiap warganegara tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya menuju terwujudnya kesejahteraan social bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dengan demikian jelas upaya yang sungguh-sungguh dan bersifat ”sustained “ melalui pendekatan pengembangan kebijakan sistem jaminan social merupakan suatu kebutuhan.

 

Dalam lingkup arah kebijakan yang lebih luas yakni pengembangan  Sistem  Jaminan Sosial Nasional ( SJSN) sebagaimana  diamanatkan pasal 28 H UUD 45 serta pasal 34 ayat 2 UUD 45, dimana  jaminan pemeliharaan kesehatan merupakan salah satu komponennya dijelaskan bahwa , penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam system ini dilakukan melalui prinsip prinsip pelayanan kesehatan yang terkendali , yaitu kendali biaya dan kendali mutu. Penyelenggaraan pelayanan kersehatan yang terkendali itu diantaranya dilakukan melalui stratifikasi pelayanan kesehatan  dengan prinsip rujukan. Dengan demikian nyata bahwa  dalam arah kebijakan system jaminan kesehatanpun,  penyelenggaraan kesehatan tingkat pertama  atau primer yang akan banyak dilaksanakan oleh dokter keluarga menjadi amat penting dan  amat strategis 

 

 

 

 

 

 

 

Saudara-saudara sekalian,

 

Demikianlah sambutan saya pada acara Lokakarya Nasional Rancangan Model Pendidikan Kedokteran Keluarga di Fakultas Kedokteran pada tanggal 15 Desember 2004.

 

Kepada seluruh peserta saya sampaikan selamay berlokakarya, semoga kegiatan ini memberi manfaat bagi kita semua.

 

 

Wassalamualaikum  Warahmatullahi Wabarakatuh

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PELAYANAN KEDOKTERAN KELUARGA SEBAGAI STANDAR PELAYANAN PRIMER PADA PENERAPAN SISTEM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

Prof Dr. Azrul Azwar, MPH
Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat
 
 
 
“KEYNOTE SPEECH” DIRJEN BINKESMAS DEPKES

             PADA „LOKAKARYA NASIONAL RANCANGAN MODEL PENDIDIKAN DOKTER KELUARGA “

                                                      Jakarta, 15 Desember 2004

 

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Para undangan dan

Para peserta lokakarya yang berbahagia,

 

Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala rahmat yang diberikan, termasuk rahmat hidup sehat sehingga  kita bersama dapat berkumpul di sini untuk mengikuti  Lokakarya Nasional Rancangan Model Pendidikan Dokter Keluarga.

 

Saudara –saudara sekalian yang berbahagia,

 

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Undang-undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) telah ditandatangani oleh Presiden Megawati pada tanggal 19 Oktober 2004 yang lalu. Jaminan Kesehatan Nasional merupakan salah satu komponen dalam SJSN,  disamping jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.

 

Disebutkan  dalam UU SJSN bahwa Jaminan Kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip equitas serta bertujuan menjamin peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan.

 

 

 

 

Saudara-saudara sekalian yang berbahagia,

 

Santunan dalam Jaminan Kesehatan tidak dalam bentuk uang tunai, melainkan dalam bentuk  pelayanan kesehatan dengan konsep rujukan berjenjang, yang diberikan setiap waktu kepada setiap Peserta  oleh Sarana Pelayanan Kesehatan tingkat primer, sekunder dan tersier yang dikontrak oleh Badan Penyelenggara

 

Untuk dapat terselenggaranya  Jaminan Kesehatan dengan baik,  setidak-tidaknya ada delapan prinsip pokok yang harus diterapkan. Kedelapan prinsip pokok tersebut antara lain adalah :

(1)   Ekuitas, yang berarti memenuhi asas keadilan dan pemerataan pelayanan

(2)   Ekualitas, yakni  tidak adanya diskriminasi dalam pemberian pelayanan

(3)   Efisiensi, lebih bermakna pada pengendalian biaya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan medis tanpa mengurangi mutu pelayanan

(4)   Kontinuitas, yaitu dapat menyediakan pelayanan yang terus menerus

(5)   Sustainabilitas, yaitu sebagai penyelenggara harus mampu terus eksis memberi pelayanan

(6)   Profesionalisme, yang berarti dikelola menurut keahlian

(7)   Portabilitas, yaitu dapat menyediakan pelayanan secara merata

(8)   Nirlaba, yakni penyelenggaraannya dilakukan oleh badan yang tidak mencari keuntuingan.

 

Saudara –saudara sekalian yang terhormat,

 

Agar tujuan diselenggarakan Jaminan Kesehatan dengan kedelapan prinsip pokok yang dimilikinya tersebut dapat tercapai sebagaimana yang diharapkan,  banyak hal yang perlu dilakukan. Dua diantaranya yang dinilai mempunyai peranan yang sangat strategis yakni penataan kembali sistem pembiayaan kesehatan di satu pihak serta  penataan kembali sistem pelayanan kesehatan di pihak lain.

 

Inti pokok penataan sistem pembiayaan kesehatan menyangkut perubahan tiga  hal penting yakni :

(1)   mengubah cara  pembiayaan dari semula ditanggung sendiri menjadi ditanggung secara  bersama-sama  dalam satu kelompok

(2)   mengubah waktu pembayaran dari semula pada waktu sakit menjadi pembayaran pada waktu sebelum sakit

(3)   mengubah cara pembayaran kepada penyelenggara pelayanan kesehatan dari semula dibayar setelah pelayanan diselenggarakan menjadi dibayar sebelum pelayanan diselenggarakan

 

Sedangkan inti pokok penataan sistem pelayanan kesehatan adalah tersedianya pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu, yang diselenggarakan secara efektif dan efisien. Untuk dapat mewujudkan  pelayanan kesehatan yang menyeluruh dan terpadu tersebut,  harus  dapat dibangun  jaringan pelayanan kesehatan yang tertata, mulai dari tingkat primer sampai dengan tingkat tersier. Penataan jaringan pelayanan  kesehatan yang seperti ini, terutama jika dikaitkan dengan kehendak mewujudkan pelayanan kesehatan  yang efektif dan efisien, jelas memerlukan penerapan pelbagai peraturan. Disinilah letak masalahnya, penerapan pelbagai peraturan yang maksudnya untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi tersebut, sering diartikan sebagai pembatasan oleh para peserta, yang apabila tidak dapat ditangai dengan baik, sering berperan sebagai faktor pencetus munculnya pelbagai ketidak puasan yang dapat mengancam kegagalan Jaminan Kesehatan.

 

Untuk mencegah ketidak puasan peserta yang dapat mengancam kelangsungan Jaminan Kesehatan tersebut, tidak ada pilihan lain, kecuali  harus menyelenggarakan pelayanan kesehatan, terutama pada tingkat primer, yang sangat memperhatikan aspek mutu. Pelayanan  kesehatan yang seperti ini hanya dapat diwujudkan apabila diselenggarakan oleh dokter yang bermutu pula, yakni dokter yang tidak hanya memiliki keterampilan medis prima, terapi juga pelbagai keterampilan non-medis lainnya, seperti keterampilan komunikasi inter-personal serta keterampilan manajemen sumber daya. Dokter yang memiliki kedua keterampilan ini, yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan pada tingkat primer, dikenal dengan nama Dokter Keluarga (Family Physician)

 

Sesunggugnyalah apabila pelayanan kesehatan tingkat primer dapat dikelola oleh dokter keluarga akan diperoleh banyak manfaat. Di satu pihak kepuasan peserta akan dapat dipenuhi dan dipihak lain prinsip efektivitas dan efisiensi akan dapat terlaksana. Dokter keluarga yang bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat primer, sekali gus dapat pulla berperan sebagai “gate keeper” yang baik, sehingga rujukan yang tidak diperlukan, yang mengancam efektivitas dan efisiensi pelayanan kesehatan, akan dapat dicegah. Dari pengalaman dibanyak negara ditemukan  sekitar  85 % dari kasus yang berobat kesarana pelayanan kesehatan tingkat pertama cukup ditangani oleh dokter yang berkualitas, yakni dokter keluarga, sisanya sebanyak hanya 15 % yang memerlukan rawat jalan tingkat lanjutan yang ditangani oleh dokter spesialis.

 

Pelayanan kesehatan yang menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran keluarga yakni pelayanan kesehatan yang menyuruh dan terpadu, yang diselenggarakan secara berjenjang, yang lebih mengutamakan aspek promosi dan pencegahan, yang sangat memperhatikan aspek efektivitas dan efisiensi pelayanan, yang memasukkan pertimbangan keluarga dan komunitas dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, serta yang memberikan perhatian kepada pasien jauh melebihi seluruh keluhan yang disampaikan, diharapkan dapat menyelesaikan pelbagai masalah kesehatan, tidak hanya yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan kesehatan orang perorang, tetapi juga yang terkait dengan kepentingan nasional secara kesekuruhan.

 

Saudara-saudara sekalian yang terhormat,

 

 

Dari uraian yang disampaikan menjadi jelaslah bahwa pengembangan dokter keluarga merupakan salah satu langkah strategis dalam mewujudkan pelayanan kesehatan yang sadar mutu dan sadar biaya. Pengembangan dokter keluarga yang seperti ini harus menjadi tanggungjawab bersama, termasuk organisasi profesi serta lembaga pendidikan. Dalam rangka antisipasi pelaksanaan UU SJSN, yang didalamnya termasuk  Jaminan Kesehatan Nasional, maka menjadi  harapan bersama,  kiranya pelayanan dokter keluarga tersebut dapat segera diwujudkan. Departemen Kesehatan  telah menetapkan, apabila Jaminan Kesehatan telah terselenggara secara meluas, Puskemas tidak akan menyelenggarakan lagi pelayanan kesehatan perseorangan tingkat pertama. Pelayanan kesehatan perorangan tingkat pertama tersebut sepenuhnya akan diserahkan kepada dokter keluarga yang dibiayai oleh Jaminan Kesehatan Nasional

 

Saudara-saudara sekalian yang berbahagia,

 

Diselenggarakannya Lokakarya Nasional Rancangan Model Pendidikan Dokter Keluarga ini, jelas merupakan upaya nyata dalam rangka mewujudkan pelayanan dokter keluarga. Karena itu pada tempatnyalah,  Departemen Kesehatan menyambut gembira upaya ini. Harapan kita  bersama  dengan upaya yang dilakukan ini dapat segera dilahirkan dokter keluarga yang benar-benar memenuhi  standar yang telah ditetapkan, sehingga tidak hanya dapat menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga dengan baik, tetapi sekali gus juga dapat bersaing secara global.

 

Akhirnya memenuhi permintaan panitia, dengan mengucapkan Bismilahi rahman nirrahim, saya nyatakan lokakarya ini dengan resmi dibuka. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.

 

 

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,